demi mengabdi pada keluarga, rela untuk menunda menikah?


Umur sudah melebihi seperempat abad itu (25 tahun) memang harus sudah siap-siap tutup telinga rapat-rapat. Kenapa begitu? Karena harus selalu mendengar pertanyaan, pernyataan, dan omelan orang-orang disekitar kita, khususnya dalam soal MENIKAH?

“Kapan kamu menikah? Kayaknya kamu udah cocok gendong momongan lho!? Apa yang kamu takutkan? Belum punya calon ya? Belum laku ya? Terlalu banyak milah-milih sih! Tunggu apa lagi? Takut gak bisa membiayai hidup keluarga nanti jika udah berkeluarga? Gak percaya dengan jaminan Tuhan bahwa ‘barang siapa mau menikah akan dipermudah rizkinya? Karena pekerjaan belum tetap ya? Atau karena masih sekolah ya? Ntar jadi perjaka tua lho! Ntar karaten lho? Bla bla bla…”

Itulah daftar pertanyaan dan pernyataan yang biasanya harus siap-siap selalu kita dengarkan. Tidak begitu mudah sebenarnya masalahnya. Tidak sesimpel yang kita bayangkan. Untuk menikah, kita harus banyak berpikir dan ‘berhitung’. Kata seorang dosen saya di UGM, berpesan, “jika kamu sudah memilih menikah dengan seorang 1 wanita, bersiaplah untuk menyesal seumur hidup”. Alasannya apa? Karena banyak sekali wanita, kenapa kita cuman memilih yang satu itu, yaitu istri kita itu. “Jika kita sudah menjatuhkan pada satu pilihan, maka apapun resikonya harus kita hadapi”, begitu seorang teman menimpali.

Berdasarkan pandangan dan pengalaman saya,  ada beberapa alasan yang membuat seseorang menunda untuk menikah, di antaranya: (1) masih ada cita-cita atau tujuan hidup yang belum tercapai, entah itu pengabdian kepada keluarga, bekal keilmuan dan pendidikan, ataupun pekerjaan dan kebutuhan mempersiapkan hidup berdua kelak dengan sang istri.

(2) Belum siapnya seseorang yang bersumber dari diri, seperti alasan psikologis, fisiologis, finansial, dan visi-misi berkeluarga. Ingat, orang punya perbedaan mendasar masing-masing dengan orang lain lho… (3) Merasa belum mendapatkan calon pendamping yang ‘tepat’, walaupun sebenarnya, itulah tantangan yang harus dihadapi dalam sebuah pernikahan, jika bisa melawati berdua dengan seksama dan serasi, hidup akan menjadi sangat indah.

Untuk menjawab masalah kesiapan ekonomi, walaupun seorang pasangan menyatakan dirinya siap menghadapi berdua apapun dikemudian hari akan terjadi, pertanyaannya: ‘apa bener?’ Oke jika tantangan hanya dari pasangan saja, kalau sudah dikoroki atau digerogoti dengan ocehan dari keluarga, ‘apa kuat?’ Jangan sampai, setelah menikah kita hanya akan menambah daftar pasangan perselingkuhan dan mendukung gaya kawin-cerai para selebritis!

Bagaimana menurut Anda? Mohon masukan dan diskusinya. —Mishbahul Munir

2 responses to this post.

  1. Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.
    Menikah sekaligus mengabdi kepada keluarga, tidakkah keduanya bisa dilakukan secara simultan? Allah SWT menjamin mereka yang menikah karena ingin menjaga kesucian diri termasuk tiga golongan manusia yang pasti ditolongNya. Saya haqqul yaqin Allah SWT sudah menganugerahi kita semua potensi yang kita butuhkan untuk mengatasi semua kemungkinan persoalan yang pasti akan muncul dalam kehidupan kita. Masalah kita nanti kita tahan tidak terhadap “ocehan tak mengenakkan”, itulah proses yang dipastikan oleh Allah SWT untuk menguji sekaligus fasilitas untuk meningkatkan kualitas diri kita sesungguhnya di sisi Allah SWT.
    So, apalagi yang menghalangimu untuk menikah sekaligus berbakti kepada keluarga? Menikahlah segera! itu akan menyempurnakan separuh urusan agamamu, akan bertambah kebaikan (pahala) setiap kali engkau menggenggam tangan istrimu, setiap engkau memberikan satu suapan kepada istrimu, setiap engkau berhubungan badan dengan istrimu, and so on.
    Wassalam.

    Mishbahul Munir says: Wah, terimakasih sekali pak Irwan atas nasehat dan semangatnya. Semoga saja saya bisa memahami dan menjalankan apa yang terbaik bagi diri dan agama saya ya… Memang, alangkah indahnya, dan saya juga mengidam-idamkan dengan sangat, bisa bekerja, kuliah, membantu membiayai adik-adik, mengabdi kepada orang tua, dan beribadah bersama seorang istri tercinta. Semoga Alloh swt memberikan saya hidayah dan jalan yang terbaik. amin.

    Balas

  2. asslmualaikuumm wr.wb,,,

    sy seorang gadis 20th, sama halnya dgn psngan sy 20th.
    kami berdua masih kuliah smster 5 di kmpus dan jurusan yg sama pula,,
    kami sudah punya niat utk menikah, ttapi belum punya pnghasilan,,,pdhal hbngan kami sdah brjlan slma 3,5 thun.
    kami ingin menikah, krna kami sngat dekat dan hmpir stiap hari bertmu,,
    banyak hal yg ditakutkan dalam hubungan yg semakin lama ini..

    yg ingin sy tanyakan :
    1. apa hukum nikah, jika sikonnya sprti kami ?
    2. jika hukumnya boleh2 saja, bagaimana cara meyakinkan ortu akan niat kami tsb ?
    3. apakah dlm islam diperbolehkan menikah jika lelaki masih muda dan belum berpenghasilan/msih kuliah ?
    4. jika keluarga dari kedua belah pihak sudah menyetujui untuk menikah, apakah dlm islam diperbolehkan wali nikah (ayah mempelai wanita) mengucapkan ijab kpda mempelai pria via telepon ? dalam hal ini wali/keluarga mempelai wanita tidak bisa hadir dalam akad nikah karena jarak yang memisahkan (kota yg berbeda, selain itu wali/kluarga mmpelai wanita tidak bisa berkunjung di kota t4 terselenggaranya nikah, disebabkan oleh hal2 lain yg menghalangi mreka untuk dtg k t4 trsebut).

    mohon sarannya ya,,,
    thx b4

    wassalam :D

    Balas

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: